0 Tarian Saman Aceh dan Nilai Islam



Ketika Islam menyebar ke seluruh penjuru dunia, sudah dipastikan akan bersentuhan dengan berbagai budaya masyarakat setempat. Penyebaran agama Islam tersebut terus berjalan dari masa ke masa yang mana akan menjadikan rahmat dari Allah swt bagi umat manusia dan khususnya bagi umat muslim.
 Tari merupakan bentuk budaya dari peradaban manusia, tari itu sendiri adalah bentuk media komunikasi universal manusia melalui beberapa gerakan dengan makna-makna tertentu. Tari Saman merupakan tarian berasal dari Aceh yang mana masyarakatnya sudah bersentuhan dengan nilai agama Islam yang kuat di sana.
Saman, kata ‘Saman’ diambil dari nama seorang Ulama Aceh yakni Syekh Saman pada sekitar abad 14 Masehi, dataran tinggi Gayo Aceh. Dalam beberapa literatur disebutkan, tarian ini dikembangkan oleh Syekh Saman setelah memperhatikan beberapa kebiasaan orang Gayo zaman dulu. Tarian ini dijadikan sebagai media penyampai pesan (dakwah), sehingga dalam beberapa gerakan maupun syairnya terdapat syiar-syiar Islam, selain itu Tari Saman juga dapat dimaknai sebagai simbol perjuangan dan kepahlawanan. Pada umumnya, tarian ini dimainkan oleh belasan laki-laki, dan biasanya berjumlah ganjil. diiringi pula oleh kombinasi tepukan-tepukan para penari yang biasanya dikombinasikan dengan memukul dada dan pangkal paha mereka sebagai sinkronisasi dan menghempaskan badan ke berbagai arah. Dari sinilah awal mula tari saman menjadi salah satu media dakwah ulama setempat
Tari saman biasanya ditampilkan pada acara-acara tertentu, semisal peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Tari saman ditampilkan di bawah kolong Meunasah (sejenis surau panggung). Namun seiring perkembangan zaman, tari Saman pun ikut berkembang hingga penggunaannya menjadi semakin sering dilakukan. Kini, tari saman dapat digolongkan sebagai tari hiburan/pertunjukan, karena penampilan tari tidak terikat dengan waktu, peristiwa atau upacara tertentu. Tari Saman dapat ditampilkan pada setiap kesempatan yang bersifat keramaian dan kegembiraan, seperti pesta ulang tahun, pesta pernikahan, atau perayaan-perayaan lainnya. Untuk tempatnya, tari Saman biasa dilakukan di rumah, lapangan, dan ada juga yang menggunakan panggung.
Tari Saman biasanya ditampilkan dipandu oleh seorang pemimpin yang lazimnya disebut Syekh. Penari Saman dan Syekh harus bisa bekerja sama dengan baik agar tercipta gerakan yang kompak dan harmonis. Betapa indahnya padi di sawah dihembus angin yang lemah gemulai. Namun begitu, burung kedidi yang lebih dulu sebagai calon pengantin serta membawa nama yang harum.
Namun dewasa ini, fungsi tarian saman menjadi bergeser. Tarian ini jadi lebih sering berfungsi sebagai media hiburan pada pesta-pesta, hajatan, dan acara-acara lain.
Nyanyian pada tari Saman, terdapat 5 macam nyanyian :
1.    Rengum, yaitu sebagai pembukaan atau mukaddimah dari tari Saman (yaitu setelah dilakukan sebelumnya keketar pidato pembukaan). Rengum ini adalah tiruan bunyi. Begitu berakhir langsung disambung secara bersamaan dengan kalimat yang terdapat didalamnya, antara lain berupa pujian kepada seseorang yang diumpamakan, bisa kepada benda, atau kepada tumbuh-tumbuhan.
2.    Dering, yaitu rengum yang segera diikuti oleh semua penari.
3.    Redet, yaitu lagu singkat dengan suara pendek yang dinyanyikan oleh seorang penari pada bagian tengah tari.
4.    Syek, yaitu lagu yang dinyanyikan oleh seorang penari dengan suara panjang tinggi melengking, biasanya sebagai tanda perubahan gerak
5.    Saur, yaitu lagu yang diulang bersama oleh seluruh penari setelah dinyanyikan oleh penari solo.

Dahulu Tari Saman dijadikan sebagai media dakwah. Sebelum Saman dimulai, tampil pemuka adat untuk mewakili masyarakat setempat. Pemuka adat memberikan nasehat-nasehat yang berguna kepada para pemain dan penonton. Syair-syair yang dilantunkan dalam tari Saman juga berisi petuah-petuah dan dakwah Islam.
Maya Rizka Khaerunniza, dalam penelitiannya menyebutkan bahwa terdapat simbolisasi nilai Islam pada Tari Saman terdapat makna yang ditangkap oleh alat indera manusia yang dikenal dengan makna denotasi, memiliki makna kultural yang diambil dari gerakan shalat dalam agama Islam yang disebut makna konotasi, ada keyakinan bahwa penari Saman harus bersih jiwa dan hati, dan dilihat dari sisi ideologi, dalam Tari Saman terdapat pemimpin tarian yaitu laki-laki, dan mempunyai persamaan dengan kaidah Islam, bahwa laki-laki memang terlahir sebagai pemimpin yang berlaku sampai saat ini baik di masyarakat Aceh maupun masyarakat Indonesia




Referensi Bacaan :




Read more

1 SEJARAH SENI SUARA BACA AL-QUR'AN


Dalam kitabnya Lisanul ‘Arab jus 19 halaman 376, Ibnu Manzur menerangkan bahwa sejarah  asal mula lagu Al-Qur’an ada dua pendapat. Pertama, mengatakan bahwa lagu Al-Qur’an itu bersal dari nyanyian budak-budak kafir yang tertawan ketika perang melawan kaum Muslimin. Dan pendapat kedua mengatakan bahwa lagu Al-Qur’an itu berasal dari nyanyian nenek moyang bangsa Arab. Selanjutnya nyanyian bangsa Arab tersebut digunakan untuk melagukan Al-Qur’an. Sampai di sini terjadi kekaburan tentang siapa yang yang memindahkan nyanyian tersebut kapada melagukan Al-Qur’an.

 Dengan demikian terdapat dua persoalan dalam sejarah lagu Al-Qur’an. Pertama adalah tentang asal mula lagu Al-Qur’an, dan yang kedua tentang orang pertama yang memindahkan nyanyian itu menjadi lagu Al-Qur’an.

Kalau memang betul bahwa lagu Al-Qur’an itu berasal dari nyanyian, maka tentu dapat dirumuskan. Hal ini diakui kebenarannya oleh sebagian besar para musisi, tetapi tidak semua lagu dapat dirumuskan ke dalam not balok, termasuk lagu-lagu Al-Qur’an. Hal ini disebabakan karena dalam lagu Al-Qur’an terlalu banyak pecahan suaranya.

Muchsin Alatas misalnya, beliau mengatakan bahwa not balok tidak dapat membantu dengan sempurna untuk mempelajari lagu-lagu Al-Qur’an, karena lagu-lagu Al-Qur’an mengandung perasaan yang sangat dalam.. Begitu juga dengan Anis Shahab, salah satu vokalis group musik gambus La Tansa juga mengatakan hal yang sama.

Sedangkan menurut KH. Mukhtar Luthfi Al-Anshori, mengatakan bahwa lagu-lagu Al-Qur’an tidak dapat dirumuskan ke dalam not balok karena lagu-lagu Al-Qur’an bersumber pada perasaan dan dibantu oleh alat musik biola (penataran Dewan Hakim MTQ DKI 1981).

Rosulullah Muhammad SAW adlah seorang Qori’ yang mampu mendengungkan suaranya tatkala membaca Al-Qur’an. Suatu ketika Beliau pernah mendengungkan suaranya dengan lagu dan irama yang sangat memukau kasyarakat ketika itu. Abdullah bin Mughaffal menggambarkan suaranya menggelegar, bergelombang, dan berirama sangat indah sehingga unta yang dinaikinya terperanjat (salah satu ayat yang dibaca adalah surat Al-Fath).

Di kalangan para sahabat ada juga Qori’ kenamaan kesayangan Rosulullah SAW, yaitu Abdullah bin Mas’ud dan Abu Musa Al-Asy’ary. Hal ini dapat dibuktikan dengan sabda Beliau :

Abdullah bin Mas’ud berkata, Rosulullah SAW bersabda : “Bacakanlah Al-Qur’an kepadaku”, lalu Ibnu Mas’ud menjawab,”Apakah saya juga harus membacakan, sedangkan Al-Qur’an itu diturunkan kepadamu?”,Rosulullah menjawab, “Ya”, Lalu aku (Abdullah bin Mas’ud) membaca surat An-Nisa’ , sehingga setelah selesai pada ayat fakaifa idza ji’na min kulli bisyahidin wa ji’na bika ‘ala haa’ulaai syahiida Beliau berkata “Cukup,sampai disini saja”. Kemudian saya menoleh kepadanya, tiba-tiba matanya bercucuran air mata.

Dan sabda Beliau :

Dari Abi Nusa, dari Ayahnya berkata, pada suatu ketika Rosulullah SAW berkata kepada Abu Musa, “Wahai Abu Musa, semalam aku telah mendengarkan bacaan Al-Qur’anmu”, kemudian aku (Abu Musa) menjawab : “Demi Allah andaikata aku tahu bahwa engkau mendengarkan bacaan Al-Qur’an itu, niscaya akan aku bagyskan lagi bacaan Al-Qur’anku.” Imam muslim yang meriwayatkan dari Tholhah menambahkan “Sesungguhnya engkau telah di anugerahi sulin (suara yang bagus) dari keluarga Nabi Daud AS.

Beberapa hadits diatas menunjukkan bahwa betapa indahnya pembacaan ayat-ayat suci Al-Qur’an, baik dari segi lagu maupun artinya. Begitu juga terhadap kedua sahabat yang begitu bagus bacaannya.

Hal yang demikian ini menunjukkan bahwa sejak zaman Nabi SAW dan sahabat, membaca Al-Qur’an dengan lagu yang merdu sudah ada dan bahkan dianjurkan oleh Nabi. Pada masa Tabi’in banyak juga Qori’-qori’ yang mampu memukau ummat pada masa itu. Namun sampai periode ini masih kabur tentang nama-nama lagu-lagu yang didengungkan pada saat itu. Kekaburan itu tetap menjadi tantangan sampai saat ini. Di antara Tabi’in yang termasuk Qori’ adalah Umar bin ‘Azis. Hal ini dikatakan oleh Ibnu Musayyab dalam kitab Al-Ghoyah Wan Nihayah. Selain itu ada Safir Al-Alusi (314 H), dia terkenal sebagai Qori’ yang cerdas dan dermawan.

Adapun Qori’-qori’ dari kalangan Tabi’it tabi’in, antara lain Abdullah bin Ali bin Abdillah Al-Baghdadi. Ditegaskan oleh Ibnu Jauziq, bahwa ia termasuk Qori’ yang tidak ada tandingannya pada masa itu, baik suara maupun lagunya.

Selain itu ada pula Kholid bin Utsman bin Abd Rohman (715 H0. Dikatakan oleh Sahlawi bahwa dia termasuk Qori’ yang tiada tandingannya ketika melagukannya diatas panggung. Selain itu ada Qori’ yang tidak kalah hebatnya apabila dibandingkan dengan para Qori’ tersebut.

Demikian sekelumit tentang sejarah perkembangan lagu Al-Qur’an semenjak zaman Rosulullah SAW sampai pada Tabi’in dan Tabi’it tabi’in.

 

Sumber : http://zulfikarhot.wordpress.com/
Read more

0 PENCETUS TARIAN SUFI


Pria yang lahir pada 30 September 1273 di Balkh-Afghanistan dan wafat pada 17 Desember 1273 di Konya-Turki ini meninggalkan warisan pemikiran spiritual yang banyak menginspirasi umat Islam. Tari Sufi (Sema) adalah salah satu inspirasi yang ditinggalkan Rumi yang merupakan paduan warna dari tradisi, sejarah, kepercayaan, dan budaya Turki.

Rumi, menurut Profesor Zaki Saritoprak, pakar dan pemerhati pemikiran Jalaluddin Rumi dari Monash University, Australia,berpandangan bahwa kondisi dasar semua yang ada di dunia ini adalah berputar. Tidak ada satu benda dan makhluk yang tidak berputar. “Keadaan ini dikarenakan perputaran elektron, proton, dan neutron dalam atom yang merupakan partikel terkecil penyusun semua benda atau makhluk, jelasnya.

Dalam pemikiran Rumi, lanjut Saritoprak, perputaran partikel tersebut sama halnya dengan perputaran jalan hidup manusia dan perputaran bumi. “Manusia mengalami perputaran, dari tidak ada, ada, kemudian kembali ke tiada,” ujar Saritoprak.

Manusia yang memiliki akal dan kecerdasan membuatnya berbeda dan lebih utama dari ciptaan Allah yang lain. Tarian Sema yang didominasi gerakan berputar-putar, kata Saritoprak, mengajak akal untuk menyatu dengan perputaran keseluruhan ciptaan

Prosesi Sema menggambarkan perjalanan spiritual manusia dengan menggunakan akal dan cinta dalam menggapai ‘kesempurnaan',jelas Saritoprak. Itu sebabnya, gerak berputar menjadi ciri Tari Sufi yang dikembangkan Rumi.

Untuk turut melestarikan dan menyebarkan pemikiran Rumi, baru-baru ini Lembaga Pendidikan Pribadi Depok (Jawa Barat) yang merupakan sekolah kerja sama antara Indonesia dan pemerintah Turki, menggelar pementasan Tari Sufi (Sema) Rumi di Auditorium Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Acara yang terselenggara atas kerja sama dengan Pasiad Indonesia dan sekolah Kharisma Bangsa ini menghadirkan para penari sufi (darwis) asli dari Turki. Menurut Humas Sekolah Pribadi, Bibit Wiyana, kegiatan tersebut merupakan bagian dari peringatan delapan abad filosof Islam asal Turki, Maulana Jalaluddin Rumi, sebagai orang yang memperkenalkan tarian Sema. Selain itu, kita juga ingin memperkenalkan kebudayaan Turki di kalangan masyarakat Indonesia, ujar Bibit di sela acara pementasan Tari Sufi.

Dia melanjutkan, kebudayaan Turki memiliki sejumlah kesamaan dengan kebudayaan Indonesia, terutama dalam aspek nilai-nilai kedamaian yang universal serta mistisisme Islam.

Rektor UIN Komaruddin Hidayat yang berbicara dalam acara itu bersama Saritoprak menambahkan, hal yang lebih penting dari simbolisasi Tari Sema adalah nilai-nilai cinta dan kedamaian yang diajarkan Rumi melalui tariannya. “Kesempurnaan manusia dalam pemikiran Rumi bisa digapai dengan meraih kebenaran yang didukung dengan menumbuhkan cinta dan mengesampingkan ego dalam perjalanan spiritual seseorang,jelasnya.

Manusia yang telah mencapai kematangan tersebut, lanjut Komaruddin, siap untuk melayani seluruh ciptaan, seluruh makhluk, tanpa membedakan kepercayaan, ras, derajat, dan asal bangsa. Pesan cinta dan kedamaian inilah yang sesungguhnya ingin disebarkan Rumi melalui simbolisasi Tarian Semanya, imbuh Komaruddin

Menurut dia, wajah cinta dan kedamaian yang diajarkan Rumi sebenarnya merupakan perwujudan nyata atas nilai-nilai Islam yang diajarkan Rasulullah SAW. Jadi tidak benar kalau ada yang beranggapan kalau wajah Islam adalah wajah teroris yang penuh dengan kekerasan. Islam itu sangat dekat dengan kedamaian dan cinta, seperti yang ditunjukkan Rumi melalui Tarian Semanya, ujar Komaruddin./ade ( ade ).
http://www.republika.co.id/
Read more

0 Paradigma Islam terhadap Seni Sastra

Dalam paradigma seni sastra dan Islam, konsep baku seni sastra dalam perspektif Islam belum disepakati secara menyeluruh. Belum matangnya paradigma sastra dalam perspektif Islam disebabkan karena adanya perdebatan dan kontroversi yang tidak pernah tuntas tentang seni sastra dalam perspektif Islam. Di satu sisi sebagian besar orang muslim mengatakan bahwa Islam sama sekali tidak bertentangan, apalagi melarang seni sastra. Bahkan Menurut Sayyed Hosen Nasr (1993: 99) Sastra menjadi kajian penting untuk memahami hubungan antara seni dan spiritualitas Islam. Karena ajaran Islam berdasarkan pada firman Tuhan yang diwahyukan sebagai kitab suci, maka sastra menempati posisi yang utama dan istimewa di antara berbagai bentuk seni yang ada di hampir seluruh masyarakat Islam.
Read more
 KARAKTERISTIK SASTRA ISLAM

Sastra dalam Islam (Arab) disebut dengan adab. Dalam keseharian, kita bisa mengaitkannya dengan kesopanan, kesantunan, atau dengan istilah kelembutan kata. Sudah tentu untuk menilai sikap dan tingkah laku seseorang kita melihatnya dengan adab. Baik dengan melihat kesopanannya, kesantunannya, atau dengan kelembutan tutur katanya saat bicara. Namun defenisi adab di dalam sastra jauh lebih besar daripada itu.

Menurut Shauqi Dhaif, adab (sastra) adalah karya yang dapat membentuk ke arah kesempurnaan kemanusiaan, yang di dalamnya terkandung ciri estetika dan kebenaran. Dalam Islam, sastra haruslah mendorong hasrat masyarakat untuk menjadi pembaca yang baik. Masyarakatlah yang menjadi target utama pemahaman kesusastraan. Jadi sastra Islam lebih mengarah pada pembentukan jiwa.

Definisi seni dan sastra Islam menurut Said Hawa dalam bukunya Al Islam, adalah seni/sastra yang berlandaskan kepada akhlak Islam. Senada dengan Said Hawa, menurut Ismail Raja Al Faruqi, seni Islam adalah seni infiniti (seni ketakterhinggaan), di mana semua bentuk kesenian diakomodir pada keyakinan akan Allah. Ia juga menyatakan bahwa ekspresi dan ajaran Alquran merupakan bahan materi terpenting bagi ikonografi seni/sastra Islam. Dengan demikian seni Islam dapat dikatakan sebagai seni Qurani atau seni Rabbani.
Read more

0 Seni Rupa

SENI RUPA DALAM PERADABAN ISLAM


Motif arabesque di bangunan Alhamra
Seni rupa Islam adalah seni rupa yang berkembang pada masa lahir hingga akhir masa keemasan Islam. Rentang ini bisa didefinisikan meliputi Jazirah Arab, Afrika Utara, Timur Tengah, dan Eropa sejak mulai munculnya Islam pada 571 M hingga mulai mundurnya kekuasaan Turki Ottoman. Walaupun sebenarnya Islam dan keseniannya tersebar jauh lebih luas daripada itu dan tetap bertahan hingga sekarang.
Read more
Seni Kaligrafi

Penulisan kaligrafi merupakan salah satu bentuk keindahan Alquran yang disebut juga seni menulis indah . Kaligrafi diciptakan dan dikembangkan oleh kaum Muslim sejak kedatangan Islam. Dibandingkan seni Islam yang lain, kaligrafi memperoleh ked
Read more
 
© BUDAYA SENI DALAM ISLAM | Design by Blog template in collaboration with Concert Tickets, and Menopause symptoms
Powered by Blogger